Panorama Negeriku

Panorama Negeriku
My country Indonesia

Rabu, 13 Agustus 2008

Diuji dengan Kenyamanan

"..dia sedang menghadapi ujian dalam hidupnya..", bila saja anda mendengar kalimat tersebut, saya berani memastikan bahwa persepsi dalam melihat si "dia" pastilah saat ini sedang mengalami kesusahan. Sedang terlibat kasus hukum misalnya, mengalami tekanan ekonomi, dan sebagainya. Jarang sekali dari kita yang mengagas persepsi umum terhadap istilah "ujian" ini, bahwa pada seseorang yang mendapat kesenangan atau kenyamanan pun bisa jadi dia sedang mendapat ujian.

Saya bisa berpikir seperti ini, karena dalam kosa kata bahasa Indonesia sendiri hanya dikenal satu kata dalam konteks ini, yaitu "diuji". Dan dengan kata ganti ini, persepsi hampir semua orang bergeser pada pengertian bahwa "diuji" adalah sebuah ungkapan yang menggambarkan sebuah kondisi susah. Sesuatu yang sebenarnya justru menjadi menyempit. Ketika kata itu sendiri justru mengecil artinya.

Setiap individu seharusnya memiliki tujuan dalam hidupnya. Memiliki sebuah misi pribadi. Mission Statement kalau kita meminjam istilahnya Stephen Covey pada habit ‘Begin With The End in Mind’. Cpvey mengajarkan kita untuk suatu ketika menuliskan apa misi hidup kita di dunia ini, setiap kali secara rutin harus melakukan review kembali. Untuk mungkin dilengkapi, atau tetap seperti itu dan membuat semakin kuat pemahaman atas misi itu, atau mungkin dirubah sama sekali menjadi sebuah misi yang baru. Setiap orang pastilah berbeda misi hidupnya. Hal ini sah-sah saja. Karena memang sudah menjadi anugrah dari Sang Pencipta, bahwa manusia diciptakan berbeda satu dengan yang lainnya. Tidak ada benar atau salah dalam misi hidup seseorang, yang penting harus ada selalu proses pembelajaran orang tersebut dalam mensikapi kehidupannya.

Nah, saya mendefinisikan sebuah ujian adalah sesuatu yang menghalangi kita dalam ‘berjalan’ mengemban misi kita menuju tujuan hidup kita. Penghalang ini yang bisa memberikan pengaruh kepada kita, dimana kita akan lulus dalam arti bisa melewati ujian dan tetap konsisten terhadap misi hidupnya. Atau gagal, sehingga lupa atau membuat kabur misi yang sudah disusunnya.

Sampai pada pengertian ini, logika kita akan membawa pada kesimpulan bahwa sebuah ujian seharusnya tidak hanya sesuatu yang menyusahkan atau sesuatu yang membuat tidak nyaman. Tapi sesuatu yang enak dan membuat nyaman bisa juga kita kategorikan sebagai sebuah ujian.

Dalam kosa kata bahasa Jawa, ada sebuah definisi terhadap hal ini yaitu ‘diujo’. ‘Diuji’ berkonotasi pada sesuatu yang menyusahkan, ‘diujo’ diartikan mengalami sesuatu yang mengenakkan, tapi sebenarnya hal itu adalah ujian. Dan layaknya sebuah ujian, nantinya kita bisa lulus atau gagal.

Dalam keseharian kita, hampir semua orang melihat sesuatu yang mengenakkan –menjadi kaya, karirnya meningkat, usahanya sukses, selalu menerima kemudahan-kemudahan- hanya pada sisi pandang bahwa itu adalah sebuah anugrah –termasuk bila itu terjadi atas usaha yang dilakukan-. Tidak banyak yang melihat itu dari sisi pandang bahwa segala kenikmatan itu adalah sebuah ujian. Diujo harta berlimpah, diujo karir yang terus menanjak, diujo usaha yang terus saja maju.

Buktinya apa kalau yang menyenangkan itu bisa juga berupa ujian? Buktinya adalah, kita bisa melihat disekeliling kita dimana orang yang mulai berlimpah harta, berada dipuncak karirnya, justru lupa akan misi hidupnya. Kita lihat banyak orang kaya justru membelanjakan kekayaannya pada hal-hal tidak perlu benar, banyak orang sukses dengan karir dan pengusaha besar saat ini terjerat masalah hukum. Bukti bahwa mereka –justru- telah gagal karena segala kenikmatan yang diperolehnya.

Jadi ketika kita mendapat kesenangan atau kemudahan dalam hidup ini, selain tentunya bersyukur bahwa bisa jadi hal itu adalah sebuah anugrah, ada baiknya kita coba lihat sisi pandang lain, bahwa itu juga bisa jadi sebuah ujian, yang tentunya akan membuat kita akan lebih bersyukur, dan semakin mempertajam kita akan misi hidup kita…


7 Agustus 2008

Pitoyo Amrih

Tidak ada komentar: